Selasa, 01 Februari 2011

Proyeksi Penegakan Hukum Dan Permasalahannya Tahun 2011

          “Hukum tidak lain kecuali kepentingan mereka yang kuat,” kata Trasymachus ketika berdebat dengan Sokrates mengenai masalah keadilan dalam The Republic. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Machiavelli dan Thomas Hobbes. Secara defakto hukum bisa menjadi kendaraan bagi kepentingan mereka yang kuat. Hukum juga menjadi alat legitimasi tujuan dan kepentingan mereka yang berkuasa, sedangkan yang lemah hukum tidak berdaya lagi untuk membela. Cita-cita dan tujuan hukum yang ada pada dasarnya untuk keadilan, perlindungan individu, kesejahteraan umum dan membangun solideritas, sering kali kandas dalam pertarungan kekuatan dan kepentingan. Kenyataan tersebut pernah terjadi dalam separuh lebih perjalanan Indonesia merdeka. Dan hingga kini sekalipun reformasi telah bergulir dan dicanangkan, belum mampu menggapai sepenuhnya tujuan hukum di atas. Berbagai persoalan dan kasus besar seperti korupsi, pelanngaran HAM, kejahatan lingkungan hampir tidak bisa disentuh oleh hukum. Internal hukum sendiri bukan tanpa persoalan. Mulai dari peraturan perundang-undangan yang bersifat diskriminatif dan kacau, aparat hukum yang tidak professional hingga mafia peradilan masih menjadi penyakit yang sulit diubah dan diberantas. (janji-janji dan Program Hukum Calon presiden dan Wakil Presiden PEMILU 2004, Konsersium Reformasi Hukum Nasionl 2004 Hal. v.). Proyeksi penegakan hukum penulis maksudkan adalah perkiraan tentang keadaan penegakan hukum massa yang akan datang .Apakah hukum itu masih bisa menjadi panglima dalam kehidupan berbangsa dan berbegara ataukah hukum itu berjalan stagnant hanya bisa memposisikan diri untuk tetap membela yang kuat. Penanggulangan krisis di bidang hukum bertujuan untuk tegak dan terlaksananya hukum dengan sasaran terwujudnya untuk tegak dan terlaksananya hukum, ketertiban, ketenangan dan ketentraman masyarakat. Agenda utama yang harus dijalankan antara lain adalah memantapkan penghormatan dan penghargaan terhadap HAM melalui penegakan hukum dan peningkatan kesadaran masyarakat bagi seluruh masyarakat. Pelaksanaan reformasi di bidang hukum adalah untuk mendukung krisis dan kepercayaan di bidang hukum, dengan agenda yang harus dijalankan adalah menegakkan supremasi hukum dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta terbentuknya sikap tindak dan prilaku anggota masyarakat termasuk juga di dalamnya adalah penyelenggara negara yang menghormati dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Penegakan hukum saat ini masih terjadi warna warni yang sangat buram yaitu selalu memenangkan pihak yang kuat dari pada yang lemah. Barangkali gambaran penegakan hukum di Negeri kita ini, terwakili oleh pernyataan David Trubeck, yakni hukum itu mirip sarang laba-laba. Hukum Hanya efektif untuk memangsa yang lemah, akan tetapi kerap gagal menangkap mangsa yang kuat. (satjipto Raharjo, 1976, hal. 123) sejalan dengan pernyataan david trubeck di atas, juga oleh Romli Atassasmita mengatakan, Ketidak percayaan masyarakat pada hukum semakin dalam lagi- disebabkan penegakan hukm (law infocement) tersendat-sendat atau bahkan tanpak stagnan, terutama dalam perkara pidana (criminal), baik sejak penyidikan, penahanan, penuntutan, maupun pada pemeriksaan pengadilan. Penyakit Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam lingkup tugas penegakan hukum yang berkembang selama ini, sesungguhnya merupakan kanker ganas yang dapat setiap saat meruntuhkan ketahanan dan Negara Kesatuan Republik Indonrsia. (Romli Atmasasmita, Reformasi hukum, Hak Asasi Manusia & Penegagakan Hukum, Penerbit Mandar Maju, Thn 2001. Hal 10). Sementara Prof. Mustafa mengemukakan hal lain yang lebih memprihatinkan lagi, bahwa aparat hukum sebagai benteng terhadap segala bentuk ketidak adilan malah justru menjadi bagian dari sistim yang sudah korup tersebut. Ini ironis. Hakim yang notabene sebagai palang pintu terakhir keadilan justru sudah menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan. (Buletin Komisi Yudisial Volume V No. 1. Agustus-September 2010. Hal 4). Tetapi ada juga para penegak hukum yang mempunyai komitmen terhadap masalah penegakan hukum, seperti salah seorang Hakim PA Mataram Drs. H. A. Saefullah Amin, SH. MH mempunyai konsep lain terhadap karirnya, yaitu “Hakim Merupakan Pilihan”. Karena ada 3 (tiga) macam hakim yaitu, hakim masuk surga yang betul-betul pintar dan hakim yang mengadili dengan hak dan kebenaran. Kedua, hakim masuk neraka adalah hakim yang pintar tapi mengadili kesalahan dan kebohongan sehingga memutar balikkan fakta. Ketiga, “hakim bodoh” adalah hakim yang keputusannya juga salah sehingga juga akan masuk neraka. (Buletin Komisi Yudisail Volumen V No 1 Agustus-September hal 4). Ternyata personalitas penegakan hukum yang ada dalam komunitas peradilan masih ada juga yang memiliki komitmen yang kuat, betapa law invocemient itu merupakan impian yang menjadi kenyataan, seperti misalnya mantan Hakim Agung Bapak Bismar Siregar, Mantan hakim agung Adi Andojo dan sebagainya yang mempunyai keberanian moral, disamping keberanian dalam menerapkan hukum secara murni dan konsekwen walaupun itu penuh dengan resiko, dan lebih tegas lagi masalah penegakan hukum ini-pun akan dipertanggungjwabkan kepada Allah SWT, karena sebagai penegak hukum harus diyakini dan di imani bahwa suatu saat pengadilan Rabbul jalil akan memeriksa kita semua untuk mempertanggungjawabkan apa yang di lakukan selama hidup di dunia ini. Kita bisa memastikan dalam pengadilan Allah SWT semua penegak hukum tidak akan bisa kita suap, tidak bisa kita ajak nego, tidak bisa kita ajak kolusi karena semuanya Allah sudah atur sedemikian rupa untuk mementukan apakah sudah sesuai dengan ketentuannya atau tidak. Kalau hal ini tidak tertanam dalam hati kita maka kemungkinan besar akan terjadi distorsi penyalahgunaan jabatan. Karena logikanya mengatakan bahwa tidak ada orang yang melihat apa-pun kalau saya melakukan ini, itu dan sebaginya dan sayalah yang memegang kekuasaan peradilan dan inilah yang harus dihindari sejak dini. Sehingga memang ada keistiqamahan personalitas terhadap tugas yang berat di dunia dan akhirat ini.untuk betul-betul menjadi penegak hukum yang dapat dipercayai oleh masyarakat lebih-lebih Allah SWT. Proyeksi hukum dan permasalahannya, acapkali menjadikan rakyat sebagai tumbal sudah saatnya dievaluasi dan menempatkan siapa pun di depan hukum itu adalah sama, karena selama ini penempatan seseorang dimuka hukum itu selalu berbeda. Coba saja lihat betapa ketidak adilan itu dipertontonkan oleh para penegak hukum Kalau pelanggar hukum adalah orang awam misalnya saja, pada kasus prita Mulyasari dan Djoko S. Chandra, hukum seperti raksasa yang dapat menerkam siapapun yang mendekatinya, namun dalam kasus Djoko Chandra hukum seperti tidak mampu menghadapinya mungkin ada 1001 macam contoh kasus yang bisa dilihat dalam media, baik itu media elektronik maupun media cetak, kita bisa melihat mulai dari proses penyidikan sampai putusan itu sangat procedural sekali itulah watak dan wajah hukum kita, namun sebaliknya ketika pejabat atau konglomerat kelas kakap itu berurusan dengan pihak penegak hukum, sepertinya hukum itu tidak berdaya dan tidak mampu berbuat pada hal yang sama, maka akan terjadi prosess pilih kasih yang sangat luar biasa, adalah wajar ketika rakyat selalu berteriak menuntut keadilan yang sama di depan hukum tidak terkecuali, inilah yang menjadi contoh, kisah nyata yang dipertontonkan selama ini dan kalau kita menyebutkan contohnya kasus barangkali anak bangsa yang rabun matanya tidak perlu menggunkan kaca pembesar (mikroskop). Cukuplah kiranya kita menonton televisi jauh lebih praktis dan tidak berbelit. Persoalan-persoalan yang muncul sekarang adalah merupakan fakta nyata yang tidak perlu lagi dibuktikan dan sudah menjadi peristiwa yang bersifat notoir, bahkan dalam media televisi kemarin masih saja terjadi praktek “Joki” di dunia peradilan kita sehingga menambah panjang catatan sejarah penegakan hukum di negeri ini, selama ini yang tampak pada permukaan bahwa joki itu hanya terjadi pada saat anak-anak kita akan mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri, tetapi sekarang joki sudah merambah sampai pada dunia peradilan kita dan Kepala Kejaksaan Negerinya dicopot atas kebijakan yang diambil dengan sebuah resiko jabatan, pada hal pendekar hukum Bapak Almarhum Prof. Dr. Baharuddin Lopa, SH sudah menjadi contoh yang tak terbantahkan bahwa Lopa tetap konsisten Dan konsekwen menerapkan hukum sampai akhir hayatnya , adakah sesuatu yang salah di dalam proses penegakkan hukum. Dan dapatkah kita wujudkan keadilan subtantif dan bukan keadilan prosedural ?. B. Pembahasan. Dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan belaka. Hukum yang dijadikan panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat di implementasikan dalam banyak bentuk, seperti Undang-Undang,Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden dan sudah menjadi asas umum dalam sistim hukum yang dianut di Indonesia, bahwa undang-undang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga merupakan rambu pengendali yang terkuat dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenyataan sering menunjukkan lain atau bertentangan dengan asas umum tersebut tiada lain disebabkan banyak factor, antara lain factor kurangnya pemahaman penyeleggara negara tentang sistim hukum nasional yang telah melembaga sampai saat ini. Disaping factor tersebut, kurangnya pemahaman masyarakat tentang hukum dan sistim hukum yang berlaku (kesadaran hukum) sering menjadi factor pencetus keadaan penyelenggaraan negara tanpa hukum (chaos hukum). Penafsiran dan perbedaan pendapat para pakar hukum, bahkan mereka yang bukan pakar hukum sering menambahkan “chaostik hukum” menjadi krisis hukum yang berakhir pada ujung ketidak percayaan masyarakat terhadap hukum. (Romli Atmasasmita ibid hal 10). Anak bangsa ini tentu akan sepakat, bahwa penegakan hukum di negeri ini masih jauh dari harapan. Bahwa supremasi hukum masih belum menjadi panglima. Sekalipun konstitusi kita telah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Walaupun demikian, seluruh anak negeri ini untuk tetap eksis dan konsisten menghormati hukum dan tetap berjuang untuk menegakkan hukum. Mengingat hukum dan konstitusi kita di susun secara konstitusional yang di jabarkan dalam hukum dasar yaitu UUD 1945. Di Indonesia sismposium mengenai negara hukum diadakan pada tahun 1966 di Jakarta. Dalam symposium itu diputuskan tentang cirri-ciri khas negara hukum sebagai berikut : 1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, social, ekonomi dan kebudayaan. 2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga. 3. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya. ( Drs. Nukhtoh Arfawie SH. MH.Telaah Kertis Teori Negara Hukum Pustaka Pelajar Thn 2005 Hal 21). Kalau kita kaji hasil symposium tahun 1966 ini, bahwa betapa hukum itu ditempatkan pada tempat yang paling atas sekali, disamping itu tidak ada diskriminasi perlakuan kepada seluruh warga Negara Indonesia (WNI), sehingga harkat dan martabat manusia yang asasi betul-betul menjadi fakta bahwa memang negara kita adalah sesuai dengan konsep awal negara yang telah didirikan oleh pendiri republic ini yaitu Negara berdasarkan atas hukum. Kemudian sudah saatnya peradilan yang bebas dari segala kepentingan inilah yang menjadi salah satu factor pemicu di republic ini. Praktek penegakan hukum yang sering controversial dalam kehidupan hukum di Indonesia selama ini tidak terlepas sistim manajemen penegakan hukum yang begitu amburadul, praktis hukum yang seperti ini oleh Prof. Soetjipto Rardjo dinamakan “Praktik hukum Yang berwajah Jamak”. (Sisi Lain Hukum Di Indonesia 2003 Hal 52). Menurut Tjip, kekuasaan minimal memenuhi lima (5) criteria yaitu : 1. Kekuasaan harus berwatak mengabdi pada kepentingan umum. 2. Kekasaan harus melihat kepada lapisan masyarakat yang susah. 3. Kekuasaan harus selalu memikirkan kepentingan public. 4. Kekuasaan harus kosong dari kepentingan subyektif. 5. Kekuasaan harus bersifat mengasihi. Dalam penegakan hukum terdapat beberapa institusi yang berperan dan mempunyai kewenangan untuk penegakan hukum yaitu, Polisi, Jaksa, Hakim dan Advokat. Yang masing-masing lembaga ini mempunyai porsi kewenangan masing-masing terhadap penegakan hukum. Penegakan hukum yang akuntabel dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, bangsa dan Negara yang menyangkut keterkaitan terhadap adanya kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. Proses penegakan hukum tidak pula dapat dipisahkan dengan sistim hukum itu sendiri. Sedangkan sistim hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses/tahapan yang saling bergantung yang harus dikerjakan atau dijalankan serta dipatuhi oleh penegak hukum dan masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum. (http://Sofyan Lubis.blogspot. com/akuntabilitas-law-enfocement.htm). C. Kesimpulan Dalam rangka untuk melaksanakan penegakan hukum sesuai dengan amanat konstitusi, maka dalam hal ini kepada semua elemen yang tergabung dalam wadah penegakan hukum khususnya, sudah saatnya melakukan hal-hal sesuai dengan peraturan yang berlaku dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat sehingga keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dapat menjadi harapan masyarakat. Dan sudah saatnya untuk tidak melakukan delegitimasi hukum hanya untuk kepentingan sesaat oleh kelompok atau golongan. Karena hal ini sangat merugikan bangsa dan Negara, karena prisip Negara kita “HUKUM ADALAH PANGLIMA”. Kalau tidak maka yakinlah bahwa kita akan mengalami degradasi hukum dan degradasi moral yang tidak bertepi, yang membawa pada kehancuran justru inilah yang harus kita hindari dan kita jaga bersama. Keadaan itu harus dikembalikan pada posisi semula, yakni dengan mengedepankan hukum; penyelenggaraan hukum harus dilakukan berdasarkan moralitas, hati nurani yang bersih, dan kejujuran. Jika dimensi ini diabaikan, keadilan dan kepastian hukum hanya angan-angan. Karena itu kita harus kembali kepada khittah untuk menegakkan hukum itu sendiri. Keadilan menjadi kata kunci dalam menegakan hukum. Apabila penegakan hukum dijauhkan dari keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan tidak ada relevansinya sama sekali (M. Ali Zaidan Mengurai Karut Marut Hukum Suara Mandiri Rabu 15 Juli 2009) . Ada tiga (3) syarat yang harus dimiliki oleh aparatur penegak hukum yaitu : 1. Lakukan reformasi mental aparatur dengan kesadarannya bukan karena kebutuhan. 2. Tempatkan aparatur hukum yang memiliki kesadaran, loyalitas pada bangsa dan Negara untuk menegakan hukum dengan kebenaran yang hakiki. 3. Kaji kelayakan tentang besarnya kebutuhan hidup aparatur apakah sudah layak tau tidak berdasarkan kempampuan Negara. Dan apabila kita hendak melihat hukum sebagai suatu sistim, maka penegakan hukum sebagai suatu proses akan melibatkan berbagai komponen yang saling berhubungan dan bahkan ada yang memiliki tingkat ketergantungan yang cukup erat. Akibatny, ketiadaan salah satu komponen dapat menyebabkan inefficient maupun useless sehingga tujuan hukum yang dicita-citakan itu sulit terwujud. Komponen-kmponen tersebut meliputi substantive law, procedural law, decision rules, dan decision habits. Komponen-komponen personel dalam hal ini menyangkut manusianya. (Prof. Dr. Esmi Warassih, SH, MS. PT. Suryanduru Utama. Tahun 2005 Hal 84). Artinya bahwa hukum itu adalah merupakan sebuah produk yang harus dijalankan oleh manusia. Karena hukum itu tergantung sungguh yang menjalankannya. Oleh karena itu factor manusia ini adalah factor yang sangat menentukan hitam putihnya sebuah keputusan hukum dan menurut Prof. Tjip, bahwa proses penegakan hukum itu akan semakin rumit untuk dicermati, jika dikaitkan dengan masalah prilaku. Menurut Prof. Tjip, hukum itu menyangkut perilaku manusia (baik perilaku aparat maupun publiknya), dan oleh karena itu mengandung pilihan-pilihan tentang apa yang dilakukannya.( Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, Sisi-sisi Lain Hukum Di Indonesia 2003. Hal 167). . Sehingga diawal tahun 2011 ini mayarakat akan menunggu mampukah para pendekar-pendekar hukum akan melasanakan pertarungan hukum dengan pertarungan kepentingan selain hukum inilah yang kita tunggu. Sebab para petinggi-petinggi hukum baru saja diangkat seperti halnya Kepala Kepolisan Republik Indonesia, Kepala Kejaksaan Agung dan terakhir adalah Pengangkatan Ketua Komisi Pemeberantasan Korupsi. Dan ke tiga petinggi hukum ini sedang diuji ketegaran mereka untuk menyelesaikan kasus-kasus yang berat yang penuh dengan problematika hukum. Anak bangsa ini cukup besar menaruh harapan dan tumpuannya kepada para penegak hukum ini untuk dapat menyelesaikan kasus-kasus dengan konsisten walaupun ada tekanan, tapi percayalah anak bangsa ini akan tetap mendukung sepenuhnya terhadap law infocemet sampai kapanpun. Karena itulah harapan dan realitas anak bangsa yang hidup dalam negara yang berdasarkan hukum. Dalam rangka menuju Indonesia yang sejahtera, adil, damai dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karena bagaimanapun sebelum tahun 2011 ini walaupun dalam penegakan hukum juga harus diakui adanya perkembangan penyelesaian kasus-kasus, walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu besar, tetapi aparat penegak hukum sudah melakukannya, sehingga pada tahun 2011 ini proyeksi penegakan hukum harus lebih besar lagi volume pencapaian kinerja aparatur hukum untuk menuntaskan kasus-kasus yang sangat menghawatirkan kehidupan berbangsa dan bernegara akibat ulah segelintir oknum. Bila perlu jadikan contoh Negara China sebagai Negara yang betul-betul konsisten menegakkan hukum sehingga negara China dalam kurung waktu yang relative singkat bisa menjadi Negara yang bebas dari kejahatan-kejahatan di bidang hukum. Dan penerapan hukumnya memang tidak tanggung-tanggung siapapun yang bersalah pasti dihukum sesuai dengan tingkat kesalahnnya. Pada tahun 1998 perdana menteri China saat itu ketika terpilih menjadi perdana mentri dia berpidato dimuka para pejabat di parlemen dengan gaya bahasa yang cukup membuat para pejabat dang hadirin sidang menjadi terkasima dengan menyatakan wahai para pejabat telah saya buat 100 buah peti mati, satu untuk saya dan sebilan puluh sembilan untuk anda semua, kalau saya yang korupsi maka gantunglah saya jika saudara yang korupsi maka saudara juga akan digantung begitu kuatnya komitmen predana mentri China pada saat itu untuk menegakan hukum. Inlah barangkali untuk dijadikan bahan perfikir kritis kita dalam menegakan hukum dinegeri kita”Indonsia Raya”. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Bima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


G
u
e
s
t


B
o
o
k
Mw STIH BIMA yg Seperti ini..??
Klik di Membuat Show Hide floating STIH BIMA

Total Kunjungan

Arsip Blog